Gara-gara Lubang Di Jubah


Ada kisah mengenai biksuni yang tinggal di Sri Langka. Ia adalah biarawati yang sangat bijak, tinggal di gua, sangat sederhana, dan tiap pagi pergi menerima derma makanan. Ia nyaris tidak punya apa-apa.

Suatu hari, ia bangun pagi dan melihat seekor tikus telah menggigit dan melubangi jubahnya. Maka ia berpikir, "Aku akan meminta kain rombeng dan benang untuk menambal lubang ini." Jadi ketika ia menerima derma makanan, ia meminta kepada seorang penyantunnya, "Bolehkah saya meminta secarik kain rombeng dan benang untuk menambal luang di jubah saya? Tikus menggigitnya hingga berlubang."

Ia menambal lubang itu, namun tikus, terus dan terus melubangi jubahnya. Maka biksuni ini berpikir, "Buang-buang waktu saja selalu meminta benang dan kain rombeng untuk menambal jubahku. Aku tahu apa yang benar-benar kubutuhkan: kucing! kucing bisa mengusir semua tikus itu."

Jadi kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta kepada salah satu penyantunnya, "Bolehkah saya meminta seekor kucing? " Tentu saja ada beberapa kucing ekstra di desa, jadi mereka memberinya seekor anak kucing.

Kini ia memiliki anak kucing di guanya. Tentu saja anak kucing tidak bisa memakan makanan manusia, jadi kucing itu semakin lama semakin kurus, hingga biksuni ini membatin, "Aku akan meminta susu untuk kucing itu."

Jadi kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta susu kepada salah satu penyantunnya. Kucing itu senang sekali mendapat susu, namun dia menginginkannya semangkuk sehari. Jadi biksuni ini berpikir, "Jika aku punya sapi.... aku tak perlu lagi meminta susu."

Jadi kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta kepada salah satu penyantunya, "Bolehkah saya meminta seekor sapi?" Para penyantun yang sangat setia kepadanya memberikan seekor sapi. Jadi ia memerah susu sapi, memberikan susu sapi kepada kucing itu agar dapat mengusir tikus, dan ia tidak harus menambal jubahnya terus-terusan.

Tapi sayangnya sapi juga harus makan. Jadi setiap hari ketika ia menerima derma makanan, ia meminta segulung jerami atau rumput kepada penyantunnya, dan rumput itu sangat berat untuk dipanggul pulang dan pergi. Jadi, setelah beberapa lama ia berpikir, "Alih-alih meminta rumput setiap hari, aku sebaiknya meminta ladang."

Jadi kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta kepada salah satu penyantunnya, "Jika kalian tidak keberatan, bisakah saya meminta sebidang ladang?" Para penyantunnya begitu dermawan dan berpikir itu adalah karma baik. Jadi mereka memberika sepetak ladang.

Biksuni ini sekarang punya ladang, namun ia harus menyabit rumput, memotongnya lagi, memanggul rumput, kembali untuk memberi makan sapi, memerah sapi, memberi makan kucing, dan seterusnya.

Ia berpikir, "Apa yang benar-benar kuperlukan adalah seorang bocah supaya ia yang mengurus sapi, dan barulah aku bisa meditasi." Jadi kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta kepada salah satu penyantunnya seorang anak laki-laki, dan penyantunnya yang setia berkata, "Kami punya anak laki-laki. Mungkin dia bisa belajar banyak dari anda.

Jadi ia punya anak laki-laki dan tentu saja anak laki-laki itu sangat nakal dan perlu diajari banyak hal. Anak itu juga tidak bisa tinggal dalam gua, apalagi bersama seorang biksuni! Ia pun harus membangun gubug terpisah untuk bocah itu.

Jadi kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta kepada salah satu penyantunnya, "Saya butuh papan, kayu, dan bahan bangunan untuk membangun gubug untuk anak laki-laki asuhan saya."

Semuanya bermula dari lubang di jubah.... Ini adalah kisah bagus yang bisa kita jadikan pelajaran, mengenai betapa banyaknya hal yang benar-benar kita butuhkan, dan kita bisa lihat. Biksuni ini mulai dari lubang di jubah, dan kini ia sudah memiliki selururh desa dan ladangnya!

Kita pun bisa melihat setiap langkah dari perjalanan hidup kita, dan kita membenarkan keinginan kita, kemauan kita. Hingga kadang pada akhir hayat, kita bisa melihat rumah besar dan mobil mewah kita, semua harta benda kita yang berawal seperti lubang di jubah biksuni malang itu. Jadi, apa yang benar-benar kita inginkan? Semakin banyak yang kita inginkan, semakin banyak pula konflik yang akan kita tuai.  


Referensi : Cacing dan kotoran kesayangannya 2


Artikel Lainnya: